Sunday 13 August 2017

Belajar dari MABA


Memasuki tahun ajaran baru, adalah sebuah rutinitas tahunan bagi setiap perguruan tinggi melakukan penerimaan maba (read: Mahasiswa Baru). Berbondong-bondong lulusan SMA atau sederajat mencoba mendaftarkan dirinya ke perguruan-perguruan tinggi melalui berbagai jalur yang disediakan.

Sebuah kesyukuran bisa lulus dan masuk ke perguruan tinggi idaman dengan program studi yang juga diharapkan. Walau tak sedikit mereka yang harus menerima untuk menjalani program studi pada pilihan terakhir pada form pendaftarannya.

Di banyak perguruan tinggi, maba diwajibkan untuk menggunakan pakaian seragam khusus dengan kondisi kepala plontos (read: berambut sangat pendek) agar mudah dikenali semasa mereka beradaptasi di lingkungan kampus. Namun keadaan seperti ini kadang oleh sebagian orang (read: senior) melihatnya seperti sekumpulan orang-orang culun yang tidak bisa melawan, sasaran empuk untuk melampiaskan nafsu kesenioritasannya seperti membentak dan memerintah dengan paksa. Padahal mereka lah orang-orang cerdas yang telah melewati tahap seleksi untuk bisa masuk ke perguruan tinggi.

Sebuah rutinitas pula bagi lembaga mahasiswa, entah itu BEM, Senat Mahasiswa, atau yang lainnya untuk melakukan sebuah prosesi pembentukan karakter. Prosesi ini biasa disebut dengan istilah “Pengkaderan”, bertujuan agar para maba memiliki pemahaman yang sama tentang ideologi atau aturan-aturan yang ada di lingkungannya nanti, sehingga nantinya maba dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya tersebut.

pengkaderan menjadi sarana mentransformasikan nilai kepada maba. Hanya saja, ada beberapa kasus yang mungkin oleh sebagian orang dianggap melampaui batas. Cara mentransformasikan nilai yang melewati batas kewajaran.

Tindakan kekerasan yang dilakukan kepada maba menjadi sebuah catatan hitam dunia pengkaderan di perguruan tinggi. Hingga tak jarang berbuntut pada kasus penganiayaan.

Melatih mental maba memang penting, agar nantinya maba tidak menjadi mahasiswa cengeng atau bahkan individualis dan hanya memikirkan diri sendiri. Namun cara melatih mental maba juga tidak harus dengan cara kekerasan.

Biar bagaimanapun tindak kekerasan yang dilakukan secara fisik, psikis, seksual atau melalui media lain yang mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan  serta mengakibatkan ketakutan, trauma, kerusakan barang, luka/cedera, cacat dan atau kematian adalah tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Hal itu juga diatur dalam Pasal 54, 80 dan 76C UU No. 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Tindakan perpeloncoan dan kekerasan dalam proses pengenalan lingkuangan pada satuan pendidikan juga telah diatur bentuk sanksi yang akan diberikan. Sanksi itu mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan pada Satuan Pendidikan.

Untuk adik-adikku maba dimanapun perguruan tinggi kalian. Ikuti semua proses pengkaderan yang dilakukan oleh senior-senior kalian. Kalian tidak akan tahu apa manfaatnya sekarang, tapi nanti kalian akan sadar kalau hal itu bermanfaat untuk diri kalian.

Dengan berjalannya waktu, dua sampai tiga tahun ke depan kalian akan merasakan menjadi senior yang juga akan melakukan prosesi pengaderan kepada maba, junior kalian di perguruan tinggi.

Jika nanti kalian menemukan tindakan pepeloncoan dan kekerasan dalam proses pengkaderan yang kalian jalani, maka ada dua pilihan untuk kalian. Pertama, jika kalian sepakat dengan tindakan demikian maka carilah alasan yang tepat kenapa kalian harus melakukan hal demikian. Karena sekali lagi, tindakan kekerasan baik dalam proses pengenalan lingkungan dalam satuan pendidikan maupun yang lainnya merupakan tindakan yang salah dan telah di atur dalam undang-undang. Maba juga manusia, mereka bukan binatang yang bisa seenaknya kalian permainkan. Bahkan binatang pun punya hak untuk tidak diperlakukan seperti itu.

Kedua, jika kalian tidak sepakat dengan tindakan kekerasan dan perpeloncoan dalam prosesi pengkaderan, maka perbaiki niat kalian dan ubahlah aturan yang salah nanti ketika kalian telah memiliki kesempatan untuk merubahnya. Bukan dengan cara meninggalkan prosesi pengkaderan yang nanti kalian akan jalani, tapi ikutilah prosesnya hingga kalian bisa melewatinya, dan jadilah bagian dari mereka, jadilah orang yang berpengaruh di dalamnya hingga kalian bisa merubah apa yang seharusnya diluruskan. Dan ingat, luruskan niat untuk memperbaiki yang salah, bukan untuk mengikuti arus dan kalian akan melakukan hal yang sama kepada maba kalian nantinya.

Seorang Adolf Hitler pernah berkata, “If you dont like a rule, just follow it. Reach on the top, and change the rule”.


~Romli Amrullah~

0 comments:

Post a Comment