Perjalanan nan jauh demi
menginjakkan kaki di sebuah perguruan tinggi di Makassar meninggalkan banyak
cerita. Seorang anak desa yang tak pernah keluyuran jauh tiba-tiba harus
melangkahkan kaki nan jauh ke kota. Pikiran polos dan tingkahnya yang kekanakan
terkadang membuat sanak keluarga dan dirinya sendiri pun merasa ragu. Ketakutan
akan kerasnya kehidupan di kota terus terbayang dalam pikiran. Terlebih
persoalan finansial, menjadi kendala utama niat itu untuk segera terlaksana.
Membatalkan keinginan untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi pun sempat
muncul dalam benaknya.
Dalam keadaan yang demikian, dua sosok hebat datang dalam alur cerita
perjalanannya. Dialah kakak yang dengan keyakinan dan tekatnya memberikan
semangat dan terus memberikan kecakinan padanya. Keyakinan bahwa Allah akan
memenuhi janji-Nya. Janji bahwa menuntut ilmu adalah bagian dari jihad di jalan-Nya.
Membangunkan singgasana di Syurga bagi para penuntut ilmu pun Allah bisa,
apalagi hanya sekedar memberi jalan bagi mereka yang memiliki niat mulia
menjalankan perintahnya, menuntut ilmu. Allah lah yang memiliki segalanya,
jangankan masalah finansial yang menjadi kendala utama, burung kecil yang
terbang dari pagi hingga sore pun telah diatur rezkinya.
Akhirnya dengan semangat yang ia
peroleh dari kakak terhebatnya, serta
keyakinan yang telah tumbuh di dadanya, ia kuatkan tekat dalam genggaman
dan ingatannya. Membawanya dalam setiap do’a dan sujud panjangnya. Bangun di
sepertiga malam dan mengadukan semua pada-Nya. Menceritakan semua keinginan dan
ketulusan niatnya. Menjadi anak yang bisa membanggakan kedua orang tuanya,
menjadi adik yang tidak ingin mengecewakan kakaknya, dan menjadi manusia dengan
sejuta manfaat bagi masyarakat dan orang-orang yang dicintainya.
Kendati Allah sang pemilik rezki,
kita pun tak boleh luput dari usaha. Mencari perguruan tinggi dengan biaya
seminimal mungkin menjadi bentuk ikhtiar yang mewarnai jalan usahanya. Namun
ternyata Allah tak memberikan pilihan-Nya pada perguruan tinggi yang ada pada
daftar tujuannya. Pilihannya jatuh pada sebuah perguruan tinggi negeri yang
juga menjadi tempat kakak iparnya menimba ilmu dulu. Ialah Unhas, perguruan
tinggi yang menjadi idaman sebagian orang. Namun baginya, bukan tempat yang
menjadi daya tariknya. Dimanapun tempatnya, menuntut ilmu adalah tujuannya.
Perjuangannya pun dimulai.
Sekolahnya yang masih amat sederhana membuat dirinya tak pernah mencoba masuk
di perguruan tinggi melalui jalur tanpa tes. Bahkan bimbingan belajar pun tak
pernah ia rasakan, bukan karena tidak tahu, tapi lagi-lagi karena biaya yang
menghalanginya. Mengharuskan dirinya berjuang sendiri mempersiapkan diri untuk
menghadapi rentetan soal ujian masuk perguruan tinggi. Namun ia tak sendiri,
ada kakak yang dengan sabar membimbing dan terus memberinya semangat. Mengajar
satu demi satu soal yang sengaja dikumpulkan demi ia, adik tercintanya.
Do’a demi do’a terlantun melalui
bibirnya. Semangat dan keyakinan yang mendalam terus ia tancap kuat di dadanya.
Dan hingga hari itu tiba, saat apa yang ia pelajari selama ini harus dibuktikan
dalam lembar jawaban yang siap menantinya. Tak lupa dengan pertolongan-Nya, ia
pun sempatkan paginya untuk sujud dan kembali memanjatkan do’a. Menjadikan dua
rakaat penenang dan penguat perjuangannya.
Namun setiap perjalanan akan
menemui kerikilnya. Seperti apa yang ia alami dalam ruang ujian. Kemampuannya
tak sanggup menjadikan lembar jawaban terisi semua dengan lingkaran hitamnya.
Menjadikannya tidak yakin mendapatkan hasil seperti apa yang ia inginkan, lulus
pada program studi yang ia pilih karena ia menyukainya. Program studi yang baru
ia tahu kalau itu amat banyak peminatnya. Tapi lagi-lagi, ketidakmampuannya
menjawab semua soal menjadikannya pesimis bisa meraihnya.
Walau pesimis menyelimuti
hatinya, namun do’a tak pernah ia hentikan karena ia tau Allah lah penentu
segalanya. Do’a dan ikhtiar telah ia lakukan, saatnya tawakkal memainkan
perannya. Menjadikan ia kuat dan siap menerima segala hasil yang akan Allah
berikan untuknya.
Dan waktu pun berlalu. Waktu
dimana hasil ujian akan segera dapat dilihat. Waktu yang membuat jantung
sedikit berdetak lebih kencang. Waktu yang akan menjawab usaha dan do’anya
selama ini.
Dialah anak desa. Ia tinggal di
lingkungan dengan teknologi yang masih sangat sederhana. Jangankan android,
warnet lah yang menjadi tempat satu-satunya ia mencari dan mendapatkan
informasi. Namun di sana, ia dapatkan jawabannya. Jawaban atas semua do’a dan
usahanya. Saat kebanyakan teman seperjuangannya mendapati kekecewaan dari hasil
ujiannya. Ia tersenyum menatap layar komputer yang tertulis namanya dalam dalam
daftar peserta yang lolos ujian masuk perguruan tinggi.
Senyumnya teramat lebar, bak
bulan dibelah dua. Namun kekhawatirannya selalu saja muncul, biaya kuliah
menjadi beban dalam pikiran dan benaknya. Tak ada beasiswa yang bisa ia
andalkan. Lagi-lagi karena sekolahnya yang amat sangat sederhana. Tak terdaftar
dalam rentetan nama penerima beasiswa. Namun dengan keyakinan dan tekadnya, ia
azzamkan dalam-dalam niat mulianya. Menjalankan apa yang menjadi tugasnya.
Menuntut ilmu demi secercah cahaya yang bisa ia berikan bagi orang-orang
tercintanya.
Perjuangannya tak sampai disana.
Tak ada sanak keluarga bahkan kenalannya di kota. Namun lagi-lagi Allah lah
yang atur segalanya. Persaudaraan tak sebatas dalam ikatan darah. Karena iman,
semua muslim adalah saudara. Dan karenanya lah ia terbantu dan tak merasa
sendiri hidup di kota.
Waktu pendaftaran ulang maba
(read: mahasiswa baru) pun tiba. Lembar demi lembar berkas ia siapkan. Termasuk
berkas yang ia anggap bisa membantunya mendapatkan beasiswa. Dan lagi, Allah
memberikan jalan kesempatan untuknya. Salah seorang petugas registrasi
menawarinya sebuah beasiswa. Dengan berbagai upaya ia coba melengkapi berkas
yang diminta. Beberapa kali pulang ke desa pun sempat ia lakukan. Dengan tetap
berdo’a dan berharap yang terbaik kepada Allah untuknya.
Pendaftaran telah usai, semua
berkas telah dilengkapi dan waktu menunggu telah terlewati. Akhirnya saat
pengumuman pun tiba. Dan lagi, senyumnya melebar. Namanya masuk dalam daftar
peserta yang lulus. Inilah bukti, bukti bahwa Allah lah yang mengatur
segalanya. Allah tak akan memberikan beban yang tak sanggup dipikul hamba-Nya.
Hatinya semakin mantap dan imannya semakin bertambah. Ia semakin yakin apa yang
pernak kakaknya katakan. Berniat saja dulu, berusaha dan berdo’a. Rezki Allah
yang punya dan setiap hamba telah ada jalannya.
Hari-harinya berlalu layaknya
mahasiswa pada umumnya. Dan biaya pun tak lagi menjadi masalah utama. Tersisa
bagaimana ia mempertahankan agar semua tetap baik-baik saja.
Perkuliahan berlalu tanpa terasa
dan sampai tulisan ini terketik kata demi kata, dia masih menjalani proses
studinya.
Ya, dialah aku yang bercerita
sedikit tentang diriku.
Untukku dan untukmu, tetap
semangat dan tetap positive thinking atas kuasanya.
~Romli Amrullah~