Friday 18 August 2017

Tentang C.I.N.T.A


Manusia terlahir dengan dianugerahi beribu nikmat oleh Sang Pencipta. Tugas kita bukan menghitungnya, karena  hal itu mustahil bagi kita. Tugas kita adalah bersyukur dan menggunakan nikmat itu pada apa yang Dia kehendaki. Menggunakan nikmat itu untuk sebaik dan sebanyak-banyaknya manfaat.

Salah satu nikmat yang oleh Sang Pencipta dianugerahkan kepada manusia yaitu perasaan. Sebuah keadaan batin yang bisa mengantarkan manusia pada posisi yang mulia, namun juga bisa mengantarkannya pada seburuk-buruk keadaan.

Takabur, riya’, ujub, sum’ah, hasad, dan penyakit hati lainnya adalah buah dari perasaan yang dimiliki oleh manusia namun dia tidak mampu mempergunakannya pada apa yang diperbolehkan oleh Sang Pencipta.

Cinta, juga buah dari perasaan. Dengan cinta, menjadikan seorang ibu mampu membesarkan dan menyayangi anak-anaknya dengan tulus. Dengan cinta, menjadikan seorang anak bangga pada setiap kondisi orang tuanya. Dengan cinta pula, menjadikan seorang ayah rela bekerja bersusah payah demi keluarganya.

Lalu bagaimana jika cinta itu tumbuh pada ia yang bukan siapa-siapa?. Pada ia yang tanpa sengaja menarik hati kita. Mungkin karena ketampanan atau kecantikan rupanya, mungkin karena uluran jilbab panjangnya, mungkin karena rapi pakaian dan keshalehannya, mungkin karena indah tutur katanya, atau mungkin karena merdu bacaan qur’an dan hafalannya.

Wajarlah jika manusia memiliki perasaan yang demikian, karena memang manusia cenderung menyukai apa yang ia anggap indah di matanya, terlebih jika perasaan telah memainkan perannya.
Menyukai sesuatu yang indah lagi baik tak jadi masalah. Jika itu menjadikanmu alasan untuk memperbaiki diri dan terus berubah. Menjadikannya teladan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Namun apa yang terjadi jika perasaan suka itu berubah menjadi kagum dan kekaguman itu berubah menjadi cinta, rasa untuk memiliki. Sampai saat yang demikian masihlah wajar. Karena kembali lagi, fitrah manusia adalah cenderung mencari yang baik dan terbaik untuk dirinya.

Yang salah kemudian adalah jika perasaan itu mengalir dan terus mengalir tanpa batas seperti air yang tumpah dalam tanah yang datar, menyebar ke segala arah. Menjadikannya tidak bermakna dan berlalu dengan sia-sia. Hanya meninggalkan bekas sesaat dan tak bertahan lama. Itulah cinta yang tak terjaga, tertuang dalam ranah tak terbatas.

Ada kalanya cinta mengalir dengan tetap terjaga, namun tak berujung. Seperti air mengalir pada sungai yang panjang, berhasil melewati bebatuan dan segala halang rintang, namun tak tau kapan ia akan sampai di penghujung perjuangan.

Inilah cinta kepada makhluk, mudah untuk tumbuh namun sulit untuk menjaganya. Oleh karena itu, Dia yang maha tahu telah menuangkan pengajaran-Nya pada lembaran-lembaran suci yang dibawa oleh kekasih-Nya, Muhammad SAW.

Melalui kekasih dan firman-Nya Dia memerintahkan mereka yang telah sanggup, untuk menyalurkan cintanya pada ikatan yang suci. Ikatan yang tak hanya menjadikan cinta itu indah, namun juga diberkahi oleh-Nya. Agar cinta itu mengalir, juga seperti air yang mengalir pada sungai yang panjang, juga akan menemui bebatuan dan halang rintangnya, namun cinta itu telah punya arah, tahu kemana dia akan mengalir, dan tahu dimana dia akan bermuara. Dengan mengikat ia pada ikatan yang suci, juga akan menjaga dirinya dari pandangan dan kejahatan nafsunya.

Dan sungguh mulia ajaran yang dibawanya, sungguh indah cara yang Ia berikan bagi mereka yang belum memiliki kesanggupan. Ya, puasa menjadi solusinya. Dengannya, tak hanya nafsu dan perasaan yang akan terjaga. Namun dengannya Ia memberi pengajaran yang jauh lebih dalam, agar mereka yang belum mampu menjalankan sunnahnya untuk mengikat cinta pada ikatan yang suci, bisa memantaskan diri dan meningkatkan takwanya kepada Sang Pencipta. Karena sesungguhnya cinta-Nya kepada kita jauh lebih besar daripada cinta kita kepada makhluk-Nya. Maka seharusnya, tak ada cinta yang boleh kita miliki melebihi cinta kita kepada-Nya, Dialah cinta pertama.

“Karena cinta tak akan pernah merusak apa yang dicintainya, dia akan menjaga dan memeliharanya, sampai tak bisa lagi ada  cinta di hatinya”

 “Jika seorang hamba mengikat cintanya pada ikatan yang suci, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa”. (Muhammad SAW).

~Romli Amrullah~

Sunday 13 August 2017

Belajar dari MABA


Memasuki tahun ajaran baru, adalah sebuah rutinitas tahunan bagi setiap perguruan tinggi melakukan penerimaan maba (read: Mahasiswa Baru). Berbondong-bondong lulusan SMA atau sederajat mencoba mendaftarkan dirinya ke perguruan-perguruan tinggi melalui berbagai jalur yang disediakan.

Sebuah kesyukuran bisa lulus dan masuk ke perguruan tinggi idaman dengan program studi yang juga diharapkan. Walau tak sedikit mereka yang harus menerima untuk menjalani program studi pada pilihan terakhir pada form pendaftarannya.

Di banyak perguruan tinggi, maba diwajibkan untuk menggunakan pakaian seragam khusus dengan kondisi kepala plontos (read: berambut sangat pendek) agar mudah dikenali semasa mereka beradaptasi di lingkungan kampus. Namun keadaan seperti ini kadang oleh sebagian orang (read: senior) melihatnya seperti sekumpulan orang-orang culun yang tidak bisa melawan, sasaran empuk untuk melampiaskan nafsu kesenioritasannya seperti membentak dan memerintah dengan paksa. Padahal mereka lah orang-orang cerdas yang telah melewati tahap seleksi untuk bisa masuk ke perguruan tinggi.

Sebuah rutinitas pula bagi lembaga mahasiswa, entah itu BEM, Senat Mahasiswa, atau yang lainnya untuk melakukan sebuah prosesi pembentukan karakter. Prosesi ini biasa disebut dengan istilah “Pengkaderan”, bertujuan agar para maba memiliki pemahaman yang sama tentang ideologi atau aturan-aturan yang ada di lingkungannya nanti, sehingga nantinya maba dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya tersebut.

pengkaderan menjadi sarana mentransformasikan nilai kepada maba. Hanya saja, ada beberapa kasus yang mungkin oleh sebagian orang dianggap melampaui batas. Cara mentransformasikan nilai yang melewati batas kewajaran.

Tindakan kekerasan yang dilakukan kepada maba menjadi sebuah catatan hitam dunia pengkaderan di perguruan tinggi. Hingga tak jarang berbuntut pada kasus penganiayaan.

Melatih mental maba memang penting, agar nantinya maba tidak menjadi mahasiswa cengeng atau bahkan individualis dan hanya memikirkan diri sendiri. Namun cara melatih mental maba juga tidak harus dengan cara kekerasan.

Biar bagaimanapun tindak kekerasan yang dilakukan secara fisik, psikis, seksual atau melalui media lain yang mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan  serta mengakibatkan ketakutan, trauma, kerusakan barang, luka/cedera, cacat dan atau kematian adalah tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Hal itu juga diatur dalam Pasal 54, 80 dan 76C UU No. 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Tindakan perpeloncoan dan kekerasan dalam proses pengenalan lingkuangan pada satuan pendidikan juga telah diatur bentuk sanksi yang akan diberikan. Sanksi itu mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan pada Satuan Pendidikan.

Untuk adik-adikku maba dimanapun perguruan tinggi kalian. Ikuti semua proses pengkaderan yang dilakukan oleh senior-senior kalian. Kalian tidak akan tahu apa manfaatnya sekarang, tapi nanti kalian akan sadar kalau hal itu bermanfaat untuk diri kalian.

Dengan berjalannya waktu, dua sampai tiga tahun ke depan kalian akan merasakan menjadi senior yang juga akan melakukan prosesi pengaderan kepada maba, junior kalian di perguruan tinggi.

Jika nanti kalian menemukan tindakan pepeloncoan dan kekerasan dalam proses pengkaderan yang kalian jalani, maka ada dua pilihan untuk kalian. Pertama, jika kalian sepakat dengan tindakan demikian maka carilah alasan yang tepat kenapa kalian harus melakukan hal demikian. Karena sekali lagi, tindakan kekerasan baik dalam proses pengenalan lingkungan dalam satuan pendidikan maupun yang lainnya merupakan tindakan yang salah dan telah di atur dalam undang-undang. Maba juga manusia, mereka bukan binatang yang bisa seenaknya kalian permainkan. Bahkan binatang pun punya hak untuk tidak diperlakukan seperti itu.

Kedua, jika kalian tidak sepakat dengan tindakan kekerasan dan perpeloncoan dalam prosesi pengkaderan, maka perbaiki niat kalian dan ubahlah aturan yang salah nanti ketika kalian telah memiliki kesempatan untuk merubahnya. Bukan dengan cara meninggalkan prosesi pengkaderan yang nanti kalian akan jalani, tapi ikutilah prosesnya hingga kalian bisa melewatinya, dan jadilah bagian dari mereka, jadilah orang yang berpengaruh di dalamnya hingga kalian bisa merubah apa yang seharusnya diluruskan. Dan ingat, luruskan niat untuk memperbaiki yang salah, bukan untuk mengikuti arus dan kalian akan melakukan hal yang sama kepada maba kalian nantinya.

Seorang Adolf Hitler pernah berkata, “If you dont like a rule, just follow it. Reach on the top, and change the rule”.


~Romli Amrullah~

Saturday 12 August 2017

Catatan Kecil bersama FoSEI Unhas


Ceritanya lagi mengenang tulisan lama. Tulisan ini saya buat di awal tahun ke-dua perkuliahan. Gak suka nulis, tapi dipaksa nulis karena ini adalah salah satu program kerja Dept. Kajian dan Riset FoSEI Unhas, di mana saya menjadi salah satu anggotanya waktu itu.

Ada kenangan tersendiri dari tulisan ini. Pasalnya karena tulisan ini saya bisa dapat buku “Lapis-lapis Keberkahan” karya Ust. Salim A. Fillah, Gratisss... dari FoSEI Unhas.. hehe.. ini dia tulisannya:

Assalamu’alaikum ya akhi wa ukhti.. semoga antum/na dalam keadaan sehat wal ‘afiat. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi cerita, pengalaman, atau mungkin curhat saya mengenai bagaimana saya bertemu dan berkenalan dengan FoSEI FEB-UH. Selamat membaca !

Aku Menemukan FoSEI
Perjalanan jauh dari kampung orang yang memakan waktu sehari semalam membuat saya cukup lelah. Belum sempat istirahat, belum sempat bermalam di pondokan kecilku tercinta di Luwu Timur saya dibuat agak bingung dengan informasi yang mengharuskan saya berada di Makassar keesokan harinya. Ya, besok saya harus melakukan registrasi pendaftaran di salah satu Sekolah Tinggi di Makassar. Hihi, tenang aja saya bukan mau nyeritain kisah saya melakukan registrasi kok, Cuma pengantar aja.

Kembali ke tema nih, singkat cerita keesokan harinya saya sudah di Makassar,  ini adalah kali pertama saya ke Makassar lagi setelah beberapa tahun yang lalu saya ke sini (tepatnya kelas dua SMP, hehe (). Bingung di Makassar mau tinggal dimana, untungnya Allah ngasih kemudahan buat saya, di Makassar ada kenalan kakak ipar saya yang bersedia nampung saya (hihihi.. kayak orang di buang aja), kenalannya itu namanya Kak Sofyan Hermawan Nasution.

Lewat tulisan ini saya pengen ngucapin makasih buat Kak Sofyan yang sudah berbaik hati mengizinkan saya tinggal di pondokannya, “Syukron kak Sofyan, maaf kalo sudah ngerepotin ya”. Semoga Allah membalas kebaikan kakak .

Kak Sofyan bukan hanya  sudah berbaik hati karena mengizinkan saya tinggal di pondokannya, tapi dia termasuk orang yang paling berpengaruh ke saya sehingga saya mengenal FoSEI. Pertama kali kata “FoSEI” itu saya dengar dan yang kenalin Fosei serta menyarankan saya masuk kedalamnya ya Kak Sofyan.

Setelah beberapa waktu berlalu saya bertemu Kak Hambali di Masjid Al Aqsho dan dia ngasih selebaran dakwah yang itu juga selebaran dakwahnya FoSEI. Kata-katanya Kak Hambali yang saya ingat dan pengen saya buktikan waktu itu adalah ketika dia bialang gini, “Nih baca, antum besok di Ekonomi bakalan kenal sama ini, sama FoSEI” (kurang lebih gitu lah kata-katanya Kak Hambali), dan waktu itu saya belum tau kalo Kak Hambali itu salah satu orang hebatnya FoSEI (prok..prok..prok, tepuk tangannya buat Kak Hambali, hehe). Syukron juga buat Kak Hambali yang waktu itu ngantar saya ke Terminal Dayak  waktu saya mau pulang ke Luwu Timur.

Eits, ada kata “pulang” bukan berarti cerita ini selesai, masih banyak ceritaku menemukan dan mengenal FoSEI dan saya berdo’a semoga antum/na yang baca cerita saya ini gak bosan, Aamiin..

Kak Ulla, senior FoSEI yang juga berhasil ngenalin saya ke FoSEI. Ada pengalaman juga nih saya sama kak Ulla, dia termasuk orang yang pertama saya kenal sewaktu saya baru datang di makassar, pagi itu dia yang antar saya dari masjid Al Aqsho sampai ke pondokannya kak Sofyan sambil membawa beras dan tasku yang lumayan besar dan berat, Hihi.. walaupun saya sempat lupa sama kak Ulla setelah itu tapi akhirnya saya kenal lagi.

Mulai masuk kuliah, mulai terasa kehidupan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Banyak pengaruh-pengaruh dari senior-senior yang ada di lingkungan kampus. Mulai dari pengaruh yang baik sampai pengaruh yang gak baik semua di temui di kehidupan kampus, dan Salah satunya ya dari senior-senior FoSEI (hehe). Terkhusus untuk pengaruh-pengaruh dari senior-senior FoSEI yang ditujukan ke saya, dibalik itu saya merasa bersyukur dan berterimakasih kepaqda mereka yang sudah ngenalin saya ke FoSEI.

Waktu terus berjalan hingga pada akhirnya diadakan Diklat Ekonomi Islam (DEI) IV. Untuk kebanyakan teman-teman yang lain motivasinya ikut Diklat mungkin karena mereka kira hanya sebatas seminar atau kuliah umum biasa,  namun beda dengan saya karena saya sedikit banyak sudah tahu kalau ini adalah bagian dari proses awal yang harus saya lewati agar saya bisa masuk dan menjadi bagian dari FoSEI.

Sejak awal memang saya berniat untuk masuk ke FoSEI, namun sebenarnya tujuan saya masih samar-samar karena jujur saya hanya mendengar perkataan-perkataan senior-senior yang ngajak saya masuk ke FoSEI dan saya juga baru dengar yang namanya “eknomi islam”. Saya belum pernah dengar sebelumnya dan belum tahu sebelumna mengenai ekonomi islam, jadi wajar kalau tujuan awal saya mungkin hanya sebatas untuk belajar berlembaga atau berorganisasi. Namun, awal masuk ke FoSEI dan beberapa kali mengikuti kajian-kajiannya mengenai ekonomi islam membuat saya tertarik. Yah, saya mulai tertarik dan sekaligus saya merasa bahwasannya gak sia-sia masuk ke FoSEI.

Di FoSEI saya dapat pengetahuan-pengetahuan baru, pengetahuan tentang ekonomi islam. Pengetahuan yang sebelumnya saya belum pernah tahu dan bahkan saya tidak menyangka bahwa banyak hal-hal yang sebelumnya saya menganggap itu adalah hal yang biasa namun ternyata itu semua adalah merupakan hal-hal yang gak biasa, banyak hal-hal yang didalamnya terdapat unsur riba dan itu dilarang oleh Allah SWT serta sudah diatur di dalam kitab suci AL-Qur’an.

Ada satu hal yang selalu saya ingat berkenaan dengan masuknya saya ke FoSEI. Sebenarnya ini hal pribadi saya, tapi gak papa lah saya ceritain. Waktu itu setelah DEI ada seseorang yang sangat saya hormati, selalu nasehati saya, dan mensupport saya untuk lanjut kuliah bilang sesuatu sama saya, sebuah pesan yang sejak awal memang saya gak srek dengan pesan ini. Beliau bilang sama saya kalau saya gak papa masuk ke FoSEI waktu itu, tapi gak enaknya dia minta saya di semester tiga untuk menjauh dari FoSEI (menjauh dalam artian gak usah terlalu fokus di FoSEI).  Beliau minta saya untuk masuk di salah satu organisasi keislaman juga tapi organisasi ini cakupannya lebih luas dibandingkan dengan FoSEI. Saya rasa Beliau bilang gitu ke saya karena beliau gak kenal FoSEI dan lebih kenal dengan organisasi yang beliau sarankan, dan saya yakin bahwa dibalik sarannya itu pasti beliau punya niat yang baik untuk saya.

Selang beberapa waktu ada beberapa orang dari organisasi itu yang selalu sms saya, tanya kabar saya dan lain sebagainya. Namun gak tau kenapa, mungkin hati saya sudah ada di FoSEI atau gimana, ketika organisasi itu ngadain agenda yang merupakan agenda rekrutmennya mereka saya malah gak datang. Kemudian setelah itu, sms yang dulunya sering sudah mulai jarang dan lama kelamaan gak ada lagi dan alhamdulillah Beliau tadi yang sebelumnya ngasih pesan ke saya akhirnya bisa ngerti dan gak melarang saya untuk tetap di FoSEI.

Di FoSEI, kami alumni DEI IV dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil yang lebih dikenal dengan SGD (Small Group Discution) dengan seorang senior FoSEI yang menjadi pembimbing, dan alhamdulillah waktu itu saya masuk kelompok yang dibimbing oleh kak Rahmat Nurul. Melalui tulisan ini saya juga ingin berterimakasih dengan kak Rahmat untuk ilmu dan banyak energi positif yang diberikan kepada saya dan kepada teman-teman yang lain. “Syukron kak Rahmat”.

Waktu berlalu hingga diadakanlah SELT (Sharia Economis Leadership Training) oleh kakak-kakak pengurus FoSEI. kegiatan ini bagus, selain sebagai sarana untuk menambah wawasan ilmu bengetahuan bagi kami kader baru FoSEI, kegiatan ini juga lebih mengakrabkan kami, dan saya pribadi juga bisa lebih banyak mengenal saudara dan saudari saya di FoSEI melalui agenda ini.

DEI berlalu, SELT berlalu, hingga akhirnya diadakan mukhtamar untuk pergantian pengurus. Di mukhtamar ini  saya juga punya pengalaman yang positif menurut saya, dalam mukhtamar ini saya diminta untuk menjadi presidium sidang dengan salah seorang ikhwan lain dan seorang akhwat di FoSEI. Ini kali pertama saya mendapat pengalaman menjadi presidium sidang. Yaah, walaupun kadang salah ucap, salah tingkah dan lain sebagainya tapi seru laah, hehe.. ( gak Cuma itu, awal-awal saya jadi presidium, setiap ada peserta sidang yang ingin bicara saya hanya mempersilahkan dengan tanpa menyebut namanya dan itu kurang tepat menurut salah seorang peserta. Kak Nidia, ya kak Nidia yang waktu itu memberikan saran kepada saya untuk menyebutkan nama setiap kali saya mempersilahkan peserta untuk berbicara. Saya berterimakasih untuk hal itu karena dengan kejadian itu saya langsung berusaha tanya kepada teman presidium saya nama-nama dari semua peserta yang belum saya tahu waktu itu, saya catat dan saya lihat setiap kali saya mau mempersilahkan salah seorang peserta untuk berbicara, kemudian dengan sering nama-nama itu saya ulang membuat saya lebih banyak mengenal saudara dan saudari saya yang ada di FoSEI. “Syukron kak Nidia".

Setelah  mukhtamar, dilaukuan wawancara oleh kakak-kakak di FoSEI dengan calon pengurus baru periode 2015-2016 dan saya menjadi salah satu pesertanya, dalam kegiatan wawancara itu banyak pertanyaan dan nasehat yang diberikan kepada saya.  Kemudian setelah beberapa hari ada penyampaian melalui sms yang mengatakan bahwa saya dimasukan ke dalam deretan nama pengurus baru FoSEI periode 2015-2016 dan saya dimasukkan ke dalam anggota Departemen Kajian dan Riset Fosei Unhas yang dikoordinatori oleh seorang akhwat yang luar biasa, kak Eka Safa Kaharuddin, seorang yang semangatnya luar biasa, aktif dan selalu tersenyum, jempol deh buat kak Eka.

Bersyukur atas kepercayaan yang diberiakan kepada saya, namun perasaan berat dan takut juga menyelimuti hati saya karena walaupun hanya menjadi anggota namun ini merupakan amanah dan tanggung jawab yang harus saya jalankan. Do’a senantiasa teriring semoga Allah SWT memberikan kemudahan, keistiqomahan dan kekuatan kepada saya untuk mengemban amanah ini.

Sekarang saya sudah menjadi bagian dari FoSEI, saya sudah menjadi pengurus FoSEI. Tugas, amanah dan tanggung jawab sudah ada di pundak saya dan di pundak saudara dan saudari saya di FoSEI, tinggal bagaimana kedepannya kami melangkah, bekerja dan menjalankan tugas dan amanah serta tanggung jawab yang ada di pundak-pundak kami.

Tugas, amanah dan tanggung jawab ini memang tak akan mudah. Kita akan menemui banyak pilihan-pilihan sulit, ujian, rintangan dan kesulitan yang mungkin akan membuat kita lelah dan bahkan putus asa, atau bahkan air mata yang akan mengalir membasahi pipi-pipi kita. Namun inilah Dakwah, dakwah adalah cinta dan cinta akan meminta segalanya dari diri kita.

Untuk Saudara dan Saudariku yang saya cintai karena Allah SWT; tugas, amanah dan tanggung jawab ini memang berat, namun perlu kita ingat bahwa jalan dakwah yang menanti kita tak ada apa-apanya dan tak sebanding dengan tugas, amanah serta tanggung jawab yang di emban oleh Rosulullah SAW dan para Sahabat yang dengan seluruh jiwa dan raganya rela berkorban tanpa rasa takut dan gagah berani demi tegaknya ajaran Islam dan teriakan “La IlaHa Ilallah” di seluruh penjuru muka bumi ini..

Untuk Saudara dan Saudariku yang saya cintai karena Allah SWT; semoga keyakinan dan semangat tetap ada dalam hati hati kita, karena jalan dakwah kita masih panjang, semoga Allah memudahkan kerja-kerja kita, semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan pada hati, tubuh dan pikiran kita, semoga Allah memberikan keistiqomahan pada hati hati kita, semoga langkah-langkah kita selalu diberkahi dan terjaga untuk tetap berada dalam lindungan  dan petunjuk untuk tetap berada di jalan lurus-NYA, dan semoga ukhuwah kita tetap akan terjalin di bawah cinta dan keridhoan-NYA.

Do’a senantiasa tercurahkan untuk FoSEI, semoga FoSEI menjadi lebih baik, semoga FoSEI semakin menjadi lembaga dakwah yang akan senantiasa membumikan ekonomi islam di Universitas Hasanuddin dan masyarakat pada umumnya. Amiin, amiin ya Rabbal ‘alamiin...

Akhir kata, semoga tulisan ini bisa menghibur antum/na yang telah rela meluangkan sedikit waktu untuk membacanya dan permohonan maaf tak lupa apabila dalam tulisan saya banyak kata-kata saya yang tidak berkenan di hati antum/na sekalian. Saya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Semoga kasih dan sayang Allah SWT senantiasa terlimpahkan untuk kita semua.
Salam ekonom rabbani, “ekonom rabbani..!   Bisa..!”
Wassalamu’alaikum wr.wb

~Romli Amrullah~

Pemimpin untuk Indonesia


Berbicara tentang kepemimpinan memang menarik. Kepemimpinan tidak hanya berbicara tentang posisi seseorang yang lebih tinggi dalam sebuah organisasi, namun berbicara tentang bagaimana ia mampu mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya demi mewujudkan cita-cita bersama, dan bukan orang yang dengan kedudukannya meraup manfaat untuk dirinya sendiri dan kelompoknya. Polemik kepemimpinan di Negeri ini memberikan banyak pengajaran kepada kita bagaimana sulitnya menyatukan masyarakat Indonesia yang majemuk, berbeda suku, bahasa, budaya, bahkan warna kulit. Keberpihakan kepada satu golongan atau kelompok tertentu dan mengabaikan tujuan bersama menjadikan seorang pemimpin gagal dalam memimpin. Mungkin ia akan menjadi pahlawan dalam kelompoknya, namun menjadi benalu yang dengan pelan tapi pasti mematikan dan menghancurkan mereka yang tidak sepaham dan sejalan.

Perbedaan tidak bisa dinafikkan di Negeri ini. Indonesia dengan ragam budaya dan pemahaman membutuhkan sosok pemimpin yang dapat menyatukan, setidaknya mencegah perpecahan di Negeri ini. Sosok pemimpin yang moderat dibutuhkan di Negeri ini. Sosok pemimpin ynag tidak ekstrim dalam mengambil sikap dan kebijakan, sehingga setiap tindakan yang diambil tidak menimbulkan benturan-benturan kepentingan di masyarakat.

Selanjutnya seorang pemimpin haruslah memiliki sikap open mind atau berfikir terbuka. Seorang pemimpin yang tidak hanya mendengar satu sumber suara dalam proses penentuan kebijakan. Namun pemimpin yang dengan ketegasan, pemikiran dan wawasannya yang luas mampu menerima saran dan kritik dari berbagai sumber, menyaringnya dan melahirkannya dalam sebuah keputusan untuk kepentingan bersama.

Objektif, menjadi sikap dan keyakinan yang juga harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Pemimpin harus tetap fokus pada tujuan bersama kenapa ia diberi amanah untuk menjadi seorang pemimpin. Setiap keputusan yang diambil benar-benar berdasarkan fakta yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadinya, apalagi demi kepentingan kelompoknya.

Terakhir yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yakni religiusitas. Seorang pemimpin harus memiliki iman yang kuat, menjadi pegangan yang akan menjaga setiap langkah dan sikap yang diambilnya. Jika seorang pemimpin yang dengan kekuatan iman ia melangkahkan kakinya, maka setiap keputusan yang ia ambil akan selalu dilandaskan pada hati nurani, fikiran yang jernih, dan tujuan yang mulia. Demi Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

Friday 11 August 2017

JENEPONTO Ituuuu... DINGIN..!!

Waktu libur semester telah usai, waktu bersama keluarga di kampung halaman juga telah berakhir. Saatnya kembali ke kampus, kembali menimba ilmu demi secercah harapan di masa yang akan datang. Ya, tahun ini memasuki semester ke-7 masa perkuliahanku. Masa yang mengharuskanku tetap terjaga menatap mimpi di depan sana, sembari terus melangkah dan berharap akan segera sampai.
Waktu terasa mengalir begitu cepat. Satu demi satu mata kuliah terlewati, dan akhirnya satu mata kuliah yang berbeda ini pun ku temui. Dalam portal mahasiswa Unhas mata kuliah ini disebut Kuliah Kerja Nyata, atau seringkali orang menyingkatnya dengan KKN, hehe..

KKN sebagai wadah bagi perguruan tinggi (read: Unhas) untuk melaksanakan salah satu tridarma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. KKN bukan mata kuliah pilihan, tapi mata kuliah wajib. So, mau gak mau harus diambil.

Sejak awal memang sudah niat untuk KKN di Sulsel (read: Sulawesi Selatan) saja. Kenapa? Karena Sulsel tempat lahirku, Sulsel tempatku dibesarkan, dan harapannya nanti bisa berkontribusi juga di daerahku ini.

Dari sekian banyak tempat KKN di Sulsel, entah itu yang tematik atau reguler. Satu tempat yang menarik bagi saya, ketertarikan itu bertambah ketika melihat nama KKN-nya. “Desa Membangun”, ya.. itu nama salah satu KKN Tematik Unhas yang bertempat di kabupaten Jeneponto.

Jeneponto adalah satu-satunya kabupaten di Sulsel yang masuk ke dalam 122 kabupaten yang ditetapkan oleh presiden Jokowi sebagai daerah tertinggal. Penetapan itu tertuang dalam peraturan presiden (perpres) Nomor 131 thn 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019. Wow.. itulah kenapa Jeneponto menarik sebagai lokasi mengabdi.

Setelah melewati tahap seleksi dan wawancara serta menunggu pengumuman peserta yang lolos, akhirnya saya menjadi salah satu dari 15 peserta yang lolos untuk mengikuti KKN tematik ini.
Jeneponto,.. banyak yang bilang jeneponto itu panas, kering, gersang, wah apa lagi ya? Yang pasti banyak kuda. Haha.. ya, bener banget kalau di Jeneponto dikatakan banyak kudanya. Kenapa? karena saya lihat di sini banyak kuda. :D

Tapi teman-teman tau tidak, ternyata Jeneponto tidak semuanya panas. Satu kecamatan yang oleh pemerintah kabupaten Jeneponto diberi nama kecamatan Rumbia menjadi  pilihan Universitas hasanuddin dan Kementerian Desa sebagia lokasi KKN tematik Desa Membangun. KKN Tematik ini dibagi dalam tiga desa, yaitu desa Tompobulu, desa Jenetallasa dan desa Ujungbulu. Secara tidak kebetulan (sudah diatur sama Allah) saya ditepatkan di desa Ujungbulu. Sesuai namanya, desa Ujungbulu adalah desa ter-ujung di kecamatan Rumbia yang berbatasan dengan kab. Bantaeng, kab. Gowa dan kab. Sinjai.

Bayangan bahwa Jeneponto itu panas, kering, bla bla bla.. semua langsung terbantahkan. Pasalnya ketika kami sudah sampai di lokasi, kami tidak disambut oleh teriknya sinar matahari, tapi kami disambut oleh kabut tebal yang membawa udara sangat dingin.

Desa Ujungbulu terletak di atas ketinggian kisaran 900-1400 mdpl. Wajar kalau desa ini memiliki udara yang cukup dingin dengan suhu udara bisa mencapai .

Tidak hanya udara dinginnya yang membantah kalau Jeneponto itu panas, tapi pemandangan alam desa Ujungbulu yang dihiasi hutan dan kebun sayuran yang hijau dan tumbuh subur juga membantah pernyataan yang menganggap jeneponto itu kering, gersang dan bla bla bla...

Jarak tempuh desa Ujungbulu dari kota Jeneponto kurang lebih 60 menit. Buat teman-teman yang biasa mudik melewati kota Jeneponto, bisalah belok kiri sedikit. Hehe.. dan nikmati kesejukan alam dan kabutnya di saat senja menyapa.

MAHASISWA UNHAS MENGADAKAN PELATIHAN SORTASI KOPI UNTUK KELOMPOK TANI PEREMPUAN DI JENEPONTO


Kamis, 10 Agustus 2017. Lima mahasiswa Unhas peserta KKN Tematik Gelombang 96 Desa Membangun Jeneponto telah berhasil melaksanakan salah satu program kerja KKN-nya yaitu Pelatihan Sortasi Kopi kepada kelompok tani perempuan di desa Ujungbulu, kec. Rumbia, Jeneponto.
Berdasarkan hasil observasi kepada masyarakat dan diskusi dengan Kepala Desa Ujungbulu serta menilik pada profil desa yang tertera pada RPJMDes Ujungbulu diketahui bahwa mayoritas penduduk desa Ujungbulu memiliki mata pencaharian sebagai petani dan berkebun, dengan hasil komoditi terbesar yaitu penghasil kopi, di samping tanaman hortikultura seperti bawang merah, kol, wortel, tembakau dan sawi.

Petani kopi di desa ini secara umum masih menggunakan cara yang konvensional dalam proses pemetikan hingga pengolahannya. Pemetikan kopi dengan cara mengambil secara langsung kopi yang berada dalam satu rumpun buah akan mengakibatkan calon buah, tunas serta kopi yang masih mentah ikut terambil. Hal ini tentu akan menghilangkan potensi panen selanjutnya. Tidak hanya sampai di sini kesalahan yang biasa dilakukan oleh petani. Pemrosesan kopi secara bersamaan antara yang matang secara sempurna, setengah matang, mentah dan terlewat matang juga akan mempengaruhi kualitas dari kopi yang dihasilkan. Bahkan kopi yang diproses secara bersamaan tersebut akan menghasilkan kualitas kopi yang sangat rendah, diakibatkan banyaknya biji kopi yang cacat dan tidak layak konsumsi. Alhasil nilai jual dari biji kopi itu sendiri dihargai sangat murah oleh para tengkulak. Tak jarang pula para petani menjual kopi-kopi mereka langsung setelah dipanen dengan harga yang jauh lebih murah.

Potensi yang sangat besar dibarengi dengan pemanfaatan yang sederhana inilah yang kemudian  memunculkan keinginan dari Kepala Desa Ujungbulu dan kami sebagai mahasiswa KKN untuk bagaimana agar potensi penghasil kopi ini dapat dikembangkan. Sehingga tidak hanya kopi-kopi yang berkualitas yang akan dihasilkan, namun juga akan meningkatkan kesejahteraan perekonomian masyarakat desa Ujungbulu dari perkebunan kopi ini. Keinginan tersebut telah didukung sepenuhnya oleh Kepala Desa Ujungbulu dengan mengadakan mesin-mesin pengolahan kopi semi modern. Mesin-mesin itu terdiri dari mesin untuk mengupas kulit luar (saat kopi baru saja dipanen), mesin untuk mengupas kulit dalam atau biasa disebut dengan kulit tanduk yang keadaannya agak keras (setelah kopi melalui tahap penjemuran), mesin sangrai dan mesin penggiling kopi untuk menghasilkan kopi bubuk.

Dukungan dari pemerintah desa Ujungbulu ini tentu harus dibarengi oleh pemahaman dan keinginan bersama oleh masyarakat untuk memajukan kualitas kopi-kopi yang dihasilkan dari desa Ujungbulu. Bersama dengan harapan itulah para mahasiswa KKN Tematik Desa Membangun ini mengadakan pelatihan Sortasi Kopi dengan menghadirkan seorang wirausahawan muda di bidang kopi yang menyelesaikan studinya di Universitas Negeri Malang, Nur Amri, S.Si. kegiatan ini berlangsung selama 3 jam dengan sesi pemberian materi menggunakan power point dan dilanjutkan dengan sesi praktek, serta diakhiri dengan sesi minum kopi bersama. Peserta dari kegiatan ini adalah para ibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok tani perempuan desa Ujungbulu.

Dalam materinya, kak Amri menjelaskan bahwa sebenarnya kopi-kopi dari desa Ujungbulu memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Hanya saja memang pengetahuan masyarakat yang masih sangat rendah terkait dengan bagaimana cara mengolah kopi yang benar dari pametikan hingga pasca panen sampai menghasilkan biji-biji kopi yang berkualitas dengan harga yang cukup tinggi.

Dalam kegiatan yang juga dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Desa sebagai pihak yang bekerjasama dalam pelaksanaan KKN Tematik Unhas Desa Membangun ini, kak Amri berharap bahwa kedepannya akan ada pendampingan secara berkelanjutan kepada para petani kopi di desa Ujungbulu dan sekitarnya. Selain itu, kak Amri juga berharap agar para mahasiswa KKN yang melaksanakan kegiatan ini nantinya setelah berhasil menyelesaikan studinya dapat kembali berkontribusi dalam pembangunan desa dan mengaplikasikan ilmunya kepada masyarakat.