Friday 20 April 2018

Bagian 2 : Khilafah, Kapan Itu?

Okey sobat muslim.. saya akan melanjutkan tulisan saya sebelumnya.. Semoga bermanfaat..



Keempat, Fase Raja Diktator (Pemaksa). Inilah fase kepemimpinan yang kita jalani sekarang. Umat Islam jumlahnya banyak, sangat sangat banyak. Namun seperti buih di lautan, terlihat garang datang bersama ombak, namun mudah terpecah belah ketika menabrak karang atau bibir pantai. Umat muslim menjadi mayoritas di antara umat yang lain, tapi hati-hati individu mereka digerogoti oleh paham kedaerahan (nasionalisme) yang sempit, madzhab, aliran keagamaan dan kepentingan. Sehingga mudah diadu domba dengan sesama umat muslim sendiri. Kehadirannya gak menjadi penggenap, kepergiannya pun gak mengganjilkan. Kemuliannya mulai pudar, bahkan pribadi-pribadi muslimnya yang telah banyak gak merasa bangga bahkan malu dengan identitas keislaman yang dimiliki.

Pada fase yang keempat ini, jangankan membicarakan tentang kembalinya persatuan umat Islam dalam sebuah daulah Islamiyah, penentuan hari besar seperti awal Ramadhan dan Idhul Fitri saja masih sering berbeda dan gak ada kesepakatan bersama. Gak ada lagi sosok yang menjadi penengah dan dipercaya untuk menjadi pengambil keputusan dan diterima oleh seluruh kompenen umat ini. Bahkan kalau kita lihat di sekitar kita saja, sesama umat Islam malah sibuk ghibah, namimah, hasud, dan dendam dengan saudara seimannya sendiri. Masalah remeh temeh seputar perbedaan pendapat dalam masalah fiqih dibesar-besarkan. Padahal ada masalah yang jauh lebih besar di luar sana yang harus kita selesaikan bersama. Sehingga umat muslim menjadi tertinggal dan lambat dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi.

Orang-orang yang menduduki kursi-kursi kekuasaan lebih banyak yang anti dengan Islam. Umat Islam dikonstruk dalam pikirannya agar lebih asyik memikirkan akhirat saja, tenang dan merasa puas dengan kesholehan yang dimiliki. Padahal sobat muslim yang dirahmati oleh Allah, musuh-musuh Islam sedang berusaha agar umat Islam ini lupa dengan pemasalahan negara, lupa dengan permasalahan pemerintahan. Kalau bisa saya katakan, mereka itu seperti ngomong seperti ini sama kita, “Hei umat Islam, silakan kalian buat pengajian, silakan kalian beribadah untuk mempersiapkan akhirat kalian, jadilah orang yang sholeh dan dekat dengan Tuhan kalian, biarkan negara ini, biarkan pemerintahan ini, kami yang urus”. Iya mungkin sekarang kita masih aman dan bebas untuk beribadah, bebas mengumandangkan adzan di masjid-masjid di negeri ini. Tapi kalau sampe umat muslim sudah asyik dengan ibadahnya, asyik dengan kesholehannya sendiri dan lupa dengan pemerintahan dan negara, apatah lagi kalau para pemangku kekuasaan dan pengambil keputusan adalah mereka orang-orang yang dzalim, habis sudah umat Islam di negeri ini. Apakah kita tidak memikirkan nasib anak cucu kita nanti kalau mereka hidup dibawah kepemimpinan orang-orang yang dzalim dan anti terhadap Islam?.

Sekali lagi, inilah fase zaman yang sedang kita hadapi. Saya pribadi merasa risih ketika di antara sesama kita saja banyak yang saling menyalahkan bahkan menyesatkan satu sama lain. Buat apa gitu, saudara-saudara kita yang sudah sama-sama ke masjid, sama-sama saling mengajak kepada jalan Allah, kog harus disalah-salahkan. Perbedaan itu wajar, selama itu hanya masalah fiqih yang di kalangan ulama pun masih ada perbedaan pendapat. Kecuali kalau sudah masuk kepada ranah aqidah yang berbeda ya patut kalau kita mengatakan bahwa itu salah. Setiap kita adalah dai, tugas kita menyampaikan dan mengajak, menjadi teladan, bukan menjadi hakim yang suka menjastifikasi saudara sendiri. Semoga kita sadar dengan hal-hal seperti itu dan tidak melupakan musush-musuh Islam yang sedang gencar menyusun strategi kehancuran kita.

Hmm.. Terlalu banyak permasalahan yang bisa diungkapkan jika kita mau membahas tentang fase yang keempat. Tapi yasudahlah, mari kita melangkah ke fase yang terakhir yaitu kembalinya Fase Khilafah. Sampai di sini sebenarnya yang menjadi pertanyaan bukanlah kapan fase khilafah itu akan tiba. Fase ini telah disebutkan dan dijanjikan oleh Allah melalui Rasulnya yang mulia, bukan ramalan dukun atau paranormal. Jadi cepat atau lambat masa itu akan tiba, entah di masa kita ataukah anak cucu kita kelak. Dan ketika masa itu tiba, disitulah pertanda akhir dari kehidupan dunia akan segera berakhir. Tidak ada yang tahu, bahkan ketika malaikat jibril menampakkan dirinya dan bertanya kepada Rasulullah kapan kiamat tiba, Rasulullah hanya mengatakan, “yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya”.

Yang ingin saya katakan dalam kesempatan kali ini adalah, bahwa untuk mencapai masa itu butuh proses. Kita hidup di negara dan bumi yang penuh dengan aturan dan tidak semudah membalikkan telapak tangan atau dengan berteriak, kekhilafahan itu akan tercipta. Kita butuh persiapan, kita butuh tahapan, tentara-tentara Allah untuk mencapai fase itu juga butuh dipersiapkan. Kuncinya adalah persatuan, kekuatan bersama. Kita mulai dari diri kita sendiri, dari pribadi-pribadi muslim. Setelah diri ini merasa mampu, mulailah dengan membentuk keluarga yang Islami dan berlandaskan syariat Islam, lalu melahirkan generasi-generasi yang juga dipersiapkan untuk menjadi tentara-tentara Allah, kemudian membentuk masyarakat yang Islami, dari situ kita berusaha untuk memperbaiki tatanan pemerintahan sedikit demi sedikit. Dan tentu kita tidak akan pernah bisa memperbaiki tatanan pemerintahan  jika umat Islam lepas dan lupa dengan masalah tersebut. Dan pada akhirnya ketika kursi-kursi kepemimpinan dan pembuat kebijakan di negeri ini diduduki oleh orang-orang yang baik, orang-orang yang juga memperjuangkan Islam, kebijakan-kebijakan yang dibuat adalah sejalan dengan kepentingan Islam, kebathilan dihilangkan, disitulah daulah Islamiyah yang kita cita-citakan dan Rasulullah janjikan akan bisa diraih. Sebab kaum muslimin telah siap, sebab kaum muslimin telah mendapatkan kemuliannya kembali.

Dan mungkin ini yang terakhir, karena janji Allah pasti terjadi. Ini adalah pilihan kita sebagai seorang muslim, apakah kita mau mengambil peran dan menjadi bagian dari kejayaan Islam di akhir zaman, ataukah kita memilih untuk diam mengikuti arus yang ada. Akankah kita memilih untuk menjadi pemain, atau hanya menjadi penonton yang tidak peduli dengan kemuliaan Islam yang telah dijanjikan oleh Allah swt.


Akhir kata dari tulisan saya kali ini, jika ada benarnya itu semata-mata atas kuasa Allah, namun jika ada kesalahan itu  murni dari kebodohan diri saya pribadi. Kurang dan lebihnya mohon dimaafkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bagian 1 : Khilafah, Kapan Itu?

Semakin aku banyak membaca, semakin aku banyak berpikir; semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun (Voltaire, 1694-1778).


Assalamu’alaikum sobat muslim dimanapun berada.. Syukran wa jazakumullah khair bagi sobat yang menyempatkan mampir di blog saya. Semoga sobat muslim dikaruniai kesehatan dan keberkahan dari Allah swt di setiap gerak-geraknya. Aamiin ya rabbal ‘alamiin..

Bener juga tuh yang dibilang sama om Voltaire, kadang kita sudah merasa paling tau, padahal kalau kita banyakin membaca, bisa jadi pengetahuan kita itu belum seberapa. Yup, kali ini bukan mau ngebahas tentang kata bijaknya om Voltaire. Saya cuma mau berbagi sedikit apa yang sudah saya baca. Niatnya berbagi kalau memang ada yang mau mengambil manfaat, kalaupun tidak, biarkan ini menjadi sarana bagi saya menyimpan kenanngan hasil bacaan.. haha kenangan yang berfaedah..

Hari ini saya teringat dengan satu hadits yang lumayan panjang tentang fase-fase kehidupan atau zaman di muka bumi ini. Kalau saya bilang ini lebih kepada fase-fase kepemimpinan dalam kacamata Islam. Haditsnya boleh temen-temen baca nih di bawah…

“Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, Beliau diam”. [HR. Imam Ahmad] Hadis diatas diriwayatkan Ahmad, 4/273, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 5).

Hadits sepanjang 113 kata itu memberikan gambaran yang cukup jelas nih tentang 5 fase zaman atau fase kepemimpinan yang saya sebutkan sebelumnya. Pertama ada namanya Fase Kenabian, inilah fase pertama perjalanan sejarah umat Islam. Pada fase ini, umat Islam dipimpin langsung oleh manusia yang paling berpengaruh di muka bumi ini. Seorang penunggang unta yang kata-katanya, perbuatannya, bahkan diamnya menjadi landasan hukum dan sebaik-baik teladan bagi umat Islam. Ya, dialah kekasih Allah yang selalu dirindukan orang-orang mukmin, baginda Nabi Allah, Muhammad sallallahu a’laihi wa sallam.

Ialah sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik panutan. Seorang pemimpin yang menjadi teladan sejak masa kelam dan kesulitan di Mekah hingga masa kejayaan di tanah Madinah. Menjadi uswah sejak belum terfikirkan format kepemimpinan dan pemerintahan, hingga menjadi pemimpin yang disegani di seluruh Jazirah Arab. Nabi Muhammad saw, seorang manusia yang mengbongkar ulang persepsi dan pandangan manusia tentang Tuhan, tentang Allah swt.

Saat manusia berkubang dalam kebodohan dan kesesatan, Ia datang menjadi pelita dan jalan penerang yang mengarahkan manusia menuju derajat kemuliaan. Inilah fase pertama sobat muslim sekalian, fase yang menjadi pondasi berdirinya bangunan Islam. Namun seperti yang telah disebutkan dalam hadits, setelah 23 tahun masa kenabian, Allah menghendaki berakhirnya fase yang pertama ini.

Fase kedua, yaitu Fase Kekhilafahan Khulafaur Rasyidin. Inilah  fase selanjutnya perjalanan sejarah zaman dan kepemimpinan bagi umat Islam. Ada perbedaan pendapat tentang kapan berakhirnya fase ini. Mayoritas ulama berpendapat bahwa fase ini berlangsung dalam 4 periode kepemimpinan sahabat Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Namun ada juga yang berpendapat bahwa masa kepemimpinan khalifah kelima, Umar bin Abdul Aziz juga masuk dalam fase ini. It’s ok, kita gak akan memperdebatkan perbedaan pendapat itu, karena yang jelas adalah bahwa Rasulullah saw melegitimasi fase kedua ini masih dalam metode kenabian. Fase khilafah yang lurus, jujur dan adil. Pada akhirnya kita dapat menyimpulkan, fase pertama dan kedua adalah fase teladan dan rujukan bagi umat Islam.

Fase ketiga, Fase Raja yang Menggigit. Sobat muslim yang semoga dirahmati oleh Allah, tau kenapa dinamakan sebagai “raja yang menggigit”?. Katanya nih, karena raja-raja ini masih menggigit Kitabullah dan Sunnah Rasul, tetapi hampir-hampir lepas. Dan pada akhirnya lepas juga pada tahun 1924. Silakan sobat muslim mencari tambahan sumber bacaan yang lain. Fase ketiga ini, mulai tertulis dalam tinta sejarah dengan berdirinya Dinasti Umaiyah, selanjutnya Dinasti Abasiyah dan yang terakhir adalah Dinasti Utsmaniyah di Turki yang berakhir pada tahun 1924 tersebut. Fase ketiga ini berlangsung selama kurang lebih 13 abad.

Pada fase yang ketiga ini, khalifah dipanggil dengan sebutan raja, hal ini karena secara formal mereka menjabat sebagai khalifah akan tetapi pada tataran pola pemerintahannya menerapkan sistem kerajaan. Para pemimpin yang lahir bukanlah sebagai hasil syura, tetapi diwariskan kepada keluarga atau keturunannya. Dan pada akhirnya di tahun 1924 itulah masa keruntuhan dan keterpurukan umat Islam. Dunia Islam digambarkan seperti kebun yang dipenuhi dengan buah-buahan dan bunga yang indah, tetapi tanpa pagar pelindung dan penjaga kebun yang bertanggung jawab.

Fase ketiga setelah Kekhalifahan Khulafaur Rasyidin ini ditandai dengan masih adanya satu kepemerintahan umat Islam, atau kalau sekarang disebut sebagai satu negara dengan satu kepemimpinan. Dimana umat Islam di seluruh dunia taat dan patuh pada satu kepemimpinan ini. Hebat kan? Gak seperti seperti sekarang yang gak cuma sudah terpecah menjadi banyak negara, tetapi sesama warga negara muslim saja saling menghujat dan menjatuhkan.


Bersambung…

Tuesday 17 April 2018

Ingatlah, Allah Bersama Kita


Pernahkah sobat muslim ditanya atau bahkan bertanya dengan diri sendiri, dimana Allah?. Sungguh, pernah suatu ketika para sahabat Nabi juga menanyakan hal yang sama kepada Rasulullah. Lalu apa jawaban atas pertanyaan tersebut?. Itulah manusia yang dengan akal pikiran yang Ia miliki, ingin selalu merasionalkan segala sesuatu, harus jelas dan terukur serta nampak di depan mata untuk membuktikan bahwa sesuatu itu benar adanya. Dan sungguh benar bahwa Al-Qur’an menjawab semua permasalahan yang dialami oleh manusia. Termasuk menjawab pertanyaan, “dimana Allah?”.

Menjawab hal itu, Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah:186, Dan apabila bamba-bamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat”. Itulah kuasa Allah, Allah tak menampakkan diri-Nya langsung kepada hamba-hamba-Nya, karena yakinlah bahwa segala bentuk keterbatasan yang kita miliki tak akan mampu menyaksikan zat Allah yang Maha Agung. Makna dari itu semua adalah, bahwa Allah yang Maha Adil menyatukan persepsi kita tentang-Nya hanya dalam bentuk kekuatan Iman.

Sobat muslim yang dirahmati Allah. Layaknya manusia, tentu kita pernah merasakan sedih, pernah merasakan kegagalan yang membawa kita pada sebuah kekosongan, seolah kita sendiri tanpa orang lain. Mungkin pernah pula suatu ketika kita berfikir tidak ada seorang pun di sekitar kita sehingga kita bebas untuk melakukan apapun. Mungkin di saat itu kita lupa, atau kita belum tersadar, bahwa Allah selalu bersama kita. Allah melihat setiap aktivitas yang kita lakukan, bahkan sebutir niat yang baru terbersit di hati pun tak lepas dari Allah yang Maha Tahu.

Ketika kita lupa akan keberadaan-Nya, mungkinkah itu semua hanya karna kita lupa, lupa sewajarnya manusia yang penuh dengan kekurangan? Ataukah kita benar telah menduakan Allah. Apakah benar Allah telah kita tiadakan di hati kita?. Sungguh kita termasuk golongan orang-orang yang bodoh dan merugi ketika kita lupa akan kehadiran Allah dalam setiap kondisi yang kita alami.

Sobat muslim sekalian, bahkan saat kita duduk berdua dengan orang lain. Allah lebih dekat daripada dekatnya kita dengan orang tersebut. Kedekatan itu terjewantahkan oleh kehadiran dua malaikat yang mencatat semua yang kita lakukan. Hal itu telah Allah jelaskan dalam Q.S. Qaff:16, bahwa Allah lebih dekat kepada kita daripada dekatnya urat leher kita sendiri. Lalu apa alasan kita untuk tidak meyakini bahwa Allah itu dekat. Bahwa Allah selalu hadir dalam setiap situasi dan kondisi yang kita jalani.

Benar sobat muslim bahwa manusia tak luput dari kesalahan. Kita pun pasti pernah dan akan melakukan kesalahan. Namun sebagai muslim yang baik tentu kita tidak ingin kesalahan itu terus dan terus berulang kita lakukan, seolah tidak ada Allah yang melihat dan para malaikat yang mencatatnya. Maka sebaik-baik dari kita adalah yang terus berusaha menghadirkan Allah di hati dan pikiran kita.

Begitu indah ketika kita mampu menghandirkan-Nya dalam hati dan pikiran kita kapanpun dan dimanapun kita berada. Saat kita bersedih, maka kita yakin ada Allah yang akan selalu menemani kita. Kita tidak akan pernah merasa sendiri dalam menghadapi kesulitan dan kegagalan dalam hidup ini. Saat senang, kita tidak akan mengekspresikannya dengan berlebihan. Karena kita yakin itu semua ada, dari dan karena Allah. Maka bukan sesuatu yang berlebihan yang akan kita lakukan, namun justru syukur dengan penuh ketawadhu’an dan kerendahan hati.

Begitu pula ketika syaitan mulai berbisik saat kita sendiri tanpa seorang pun di dekat kita. Atau saat banyak orang di sekeliling kita yang mengajak kepada kemaksiatan. Maka ketika kita mampu menghadirkan Allah di hati dan pikiran kita, kita akan mampu menolak semua bisikan dan ajakan yang menjerumuskan kita kepada murka Allah SWT.

Sobat muslim, bagaimana cara kita untuk bisa selalu menghadirkan Allah dalam hati dan pikiran kita?. Kita adalah makhluk yang lemah dan penuh dengan kekurangan. Yang bisa kita lakukan adalah dengan memperbanyak beristighfar dan berdzikir kepada Allah. Allah yang Maha Melihat dan Maha Penyayang tak akan pernah menyia-nyiakan setiap lantunan istighfar dan dzikir kita. Dengan itu semua, kita akan semakin dekat kepada Allah. Dengan dekatnya kita kepada Allah, maka kita tak perlu khawatir tentang diri kita. Allah yang akan menjaga dan memelihara kita untuk tetap teguh berada dalam koridor yang Dia ridhoi.


Lebih daripada itu, untuk menjaga Iman kita. Untuk tetap selalu mengahdirkan Allah dalam hati dan pikiran kita. Teruslah berusaha untuk melakukan hal yang positif, berkumpullah dengan orang-orang yang dapat menjaga dan mengingatkan kita saat kita mulai salah arah. Sibuknya kita dengan semua hal positif tersebutlah yang akan menghalangi kita untuk lalai dan melupakan Allah. Sehingga tak ada celah dan kesempatan kita untuk melakukan hal negatif yang justru akan menjauhkan kita kepada Allah, serta menambah catatan hitam yang akan diperhadapkan kepada kita di akhirat kelak.

~Romli Amrullah~

Picture by pexels.com

Tuesday 3 April 2018

Dosa Yang Terus Berulang


Manusia itu tempatnya salah dan lupa”, kita pasti sering ya dengar kalimat ini, entah ketika kita atau teman kita yang salah biasanya kita atau teman kita akan bilang seperti itu. Benar sih pernyataan itu karena kita emang gak ada yang ma’sum seperti nabi Muhammad SAW. Nabi Adam saja yang seorang Nabi pernah kog melakukan kesalahan, hanya saja pasti ada konsekuensi yang harus ditanggung. Dan walaupun manusia itu wajar kalau melakukan kesalahan, namun jangan jadikan kalimat itu sebagai tameng pembenaran bagi diri kita ketika melakukan kesalahan. Karena bagaimana pun kesalahan yang kita lakukan adalah buah dari perbuatan kita sendiri. Aturan Allah kan jelas ya sobat muslim, tinggal bagaimana kita menyikapi aturan-aturan yang ada. Mudah kog sebenarnya membedakan mana yang benar dan mana yang salah, kalau sabda Rasulullah sesuatu yang baik dan benar itu adalah yang membuat hati merasa tenang, sedangkan sesuatu yang salah itu adalah yang membuat hati bimbang dan tidak tenang.

Sobat muslim, Allah menciptakan kita sebagai makhluk yang paling sempurna, sebagai makhluk yang dikatakan dalam surah At-Tiin sebagai sebaik-baik bentuk. Tapi, karena kita ini sempurna makanya disempurnakan juga dengan Allah menciptakan kelemahan pada diri kita (Q.S. An-Nisa: 28). Dengan kelemahan-kelemahan itulah kita sangat berpotensi untuk melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik yang melakukan kesalahan kata Rasulullah adalah kita yang sadar akan kesalahan yang kita lakukan dan meminta maaf atau memohon ampun kepada Allah SWT.

Lalu bagaimana kalau kesalahan kita itu ke Allah?. Dengar suara adzan gak langsung wudhu malah lanjutin main game, chating, atau nonton. Disuruh menundukkan pandangan malah matanya jelalatan kesana kemari, jangankan ibadah sunnah ya sobat, ibadah wajib saja masih sering dilalaikan. Caranya bagaimana minta maaf ke Allah? Dengan istighfar. Itulah kenapa istighfar penting untuk selalu kita ucapkan. Penting untuk kita selalu memohon ampun kepada Allah. Bukan karena Allah gak dengar istighfar kita, tapi kita yang berulang melakukan dosa. Pernah gak pas mau tidur trus sobat  muslim mengingat kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama sehari?. Coba ingat, sejak tadi pagi bangun tidur sampai sekarang membaca tulisan ini sudah berapa kesalahan dan dosa yang dilakukan.

Kalau kata Umar bin Khattab nih, kita disuruh untuk menghisab diri kita sebelum diri kita dihisab oleh Allah, disuruh untuk menimbang amal kita sebelum amal kita ditimbang dengan timbangan Allah. Artinya apa sobat muslim? Kita diperintahkan untuk introspeksi diri, muhasabah atas apa yang sudah kita lakukan. Setelah muhasabah, kita sadari kesalahan dan dosa kita, langkah terbaik selanjutnya adalah memohon ampun kepada Allah. Gak sulit kog, cukup dengan beristighfar, setelah itu berusaha untuk gak melakukan kesalahan-kesalahan itu lagi.

Allah maha pengampun sobat. Bayangin nih, sekalipun dosa kita sebanyak buih di lautan bahkan dunia ini penuh dengan dosa kita, kalau kita datang ke Allah dan memohon ampun, Allah pasti ampuni. Syaratnya apa? Sungguh-sungguh, ikhlas dari hati, dan berusaha untuk tidak mengulangi lagi. Bahkan nih kalaupun tiap hari kita melakukan dosa yang sama lalu kita datang ke Allah dan memohon ampun, istighfar kepada Allah, Allah pasti ampuni. Selama kita gak menyekutukan Allah dengan selain Dia. Beda nih kalau kita minta maafnya ke manusia. Gak pasti kita dimaafkan, apalagi kalau kesalahan kita membuat dia sakit hati. Terlebih lagi sobat muslim kalau kesalahan yang kita lakukan itu gak cuma sekali tapi berulang-ulang, apa kita masih yakin untuk dimaafkan?.

Maha Besar Allah yang memberikan kesempatan kepada kita untuk beristirahat dari kesibukan urusan dunia, setiap hari 5 kali.  Waktu dimana kita kembali menyatukan hati kita kepada Allah, waktu dimana kita kembali bermuhasabah. Sadar atau tidak setiap kali selesai shalat kita selalu membaca istighfar. Apa artinya sobat muslim sekalian? Artinya kita masih diberikan hidayah oleh Allah untuk mengingat kesalahan-kesalahan kita. Antara shalat yang satu dengan shalat yang lain adalah waktu dimana kita sangat berpotensi untuk melakukan kesalahan. Makanya nih, kita jadikan waktu shalat sebagai tempat untuk kembali memohon ampun kepada Allah SWT. Sekali lagi bukan karena Allah gak dengar istighfar kita yang cuma sekali, tapi kesalahan kitalah yang terus berulang.

Terakhir yang perlu kita hayati nih sobat muslim sekalian, Rasulullah SAW sebagai manusia yang ma’sum, Allah langsung yang menjaga agar terhindar dari kesalahan, masih beristighfar dalam sehari minimal 70 kali dan bahkan ada riwayat yang menyebutkan minimal 100 kali. Lalu bagaimana dengan diri kita yang setiap saat melakukan dosa, masihkah kita enggan untuk beristighfar kepada Allah?. Sungguh kita termasuk golongan orang yang merugi jika Allah yang Maha Pengampun tidak mengampuni dosa-dosa kita hanya karena kita enggan beristighfar.

~Romli Amrullah~

Picture by pexels.com