Saturday 9 September 2017

Setitik Langkah di Atas Rencana-Nya

Perjalanan nan jauh demi menginjakkan kaki di sebuah perguruan tinggi di Makassar meninggalkan banyak cerita. Seorang anak desa yang tak pernah keluyuran jauh tiba-tiba harus melangkahkan kaki nan jauh ke kota. Pikiran polos dan tingkahnya yang kekanakan terkadang membuat sanak keluarga dan dirinya sendiri pun merasa ragu. Ketakutan akan kerasnya kehidupan di kota terus terbayang dalam pikiran. Terlebih persoalan finansial, menjadi kendala utama niat itu untuk segera terlaksana. Membatalkan keinginan untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi pun sempat muncul dalam benaknya.

Dalam keadaan yang demikian,  dua sosok hebat datang dalam alur cerita perjalanannya. Dialah kakak yang dengan keyakinan dan tekatnya memberikan semangat dan terus memberikan kecakinan padanya. Keyakinan bahwa Allah akan memenuhi janji-Nya. Janji bahwa menuntut ilmu adalah bagian dari jihad di jalan-Nya. Membangunkan singgasana di Syurga bagi para penuntut ilmu pun Allah bisa, apalagi hanya sekedar memberi jalan bagi mereka yang memiliki niat mulia menjalankan perintahnya, menuntut ilmu. Allah lah yang memiliki segalanya, jangankan masalah finansial yang menjadi kendala utama, burung kecil yang terbang dari pagi hingga sore pun telah diatur rezkinya.

Akhirnya dengan semangat yang ia peroleh dari kakak terhebatnya, serta  keyakinan yang telah tumbuh di dadanya, ia kuatkan tekat dalam genggaman dan ingatannya. Membawanya dalam setiap do’a dan sujud panjangnya. Bangun di sepertiga malam dan mengadukan semua pada-Nya. Menceritakan semua keinginan dan ketulusan niatnya. Menjadi anak yang bisa membanggakan kedua orang tuanya, menjadi adik yang tidak ingin mengecewakan kakaknya, dan menjadi manusia dengan sejuta manfaat bagi masyarakat dan orang-orang yang dicintainya.

Kendati Allah sang pemilik rezki, kita pun tak boleh luput dari usaha. Mencari perguruan tinggi dengan biaya seminimal mungkin menjadi bentuk ikhtiar yang mewarnai jalan usahanya. Namun ternyata Allah tak memberikan pilihan-Nya pada perguruan tinggi yang ada pada daftar tujuannya. Pilihannya jatuh pada sebuah perguruan tinggi negeri yang juga menjadi tempat kakak iparnya menimba ilmu dulu. Ialah Unhas, perguruan tinggi yang menjadi idaman sebagian orang. Namun baginya, bukan tempat yang menjadi daya tariknya. Dimanapun tempatnya, menuntut ilmu adalah tujuannya.

Perjuangannya pun dimulai. Sekolahnya yang masih amat sederhana membuat dirinya tak pernah mencoba masuk di perguruan tinggi melalui jalur tanpa tes. Bahkan bimbingan belajar pun tak pernah ia rasakan, bukan karena tidak tahu, tapi lagi-lagi karena biaya yang menghalanginya. Mengharuskan dirinya berjuang sendiri mempersiapkan diri untuk menghadapi rentetan soal ujian masuk perguruan tinggi. Namun ia tak sendiri, ada kakak yang dengan sabar membimbing dan terus memberinya semangat. Mengajar satu demi satu soal yang sengaja dikumpulkan demi ia, adik tercintanya.

Do’a demi do’a terlantun melalui bibirnya. Semangat dan keyakinan yang mendalam terus ia tancap kuat di dadanya. Dan hingga hari itu tiba, saat apa yang ia pelajari selama ini harus dibuktikan dalam lembar jawaban yang siap menantinya. Tak lupa dengan pertolongan-Nya, ia pun sempatkan paginya untuk sujud dan kembali memanjatkan do’a. Menjadikan dua rakaat penenang dan penguat perjuangannya.

Namun setiap perjalanan akan menemui kerikilnya. Seperti apa yang ia alami dalam ruang ujian. Kemampuannya tak sanggup menjadikan lembar jawaban terisi semua dengan lingkaran hitamnya. Menjadikannya tidak yakin mendapatkan hasil seperti apa yang ia inginkan, lulus pada program studi yang ia pilih karena ia menyukainya. Program studi yang baru ia tahu kalau itu amat banyak peminatnya. Tapi lagi-lagi, ketidakmampuannya menjawab semua soal menjadikannya pesimis bisa meraihnya.

Walau pesimis menyelimuti hatinya, namun do’a tak pernah ia hentikan karena ia tau Allah lah penentu segalanya. Do’a dan ikhtiar telah ia lakukan, saatnya tawakkal memainkan perannya. Menjadikan ia kuat dan siap menerima segala hasil yang akan Allah berikan untuknya.

Dan waktu pun berlalu. Waktu dimana hasil ujian akan segera dapat dilihat. Waktu yang membuat jantung sedikit berdetak lebih kencang. Waktu yang akan menjawab usaha dan do’anya selama ini.

Dialah anak desa. Ia tinggal di lingkungan dengan teknologi yang masih sangat sederhana. Jangankan android, warnet lah yang menjadi tempat satu-satunya ia mencari dan mendapatkan informasi. Namun di sana, ia dapatkan jawabannya. Jawaban atas semua do’a dan usahanya. Saat kebanyakan teman seperjuangannya mendapati kekecewaan dari hasil ujiannya. Ia tersenyum menatap layar komputer yang tertulis namanya dalam dalam daftar peserta yang lolos ujian masuk perguruan tinggi.

Senyumnya teramat lebar, bak bulan dibelah dua. Namun kekhawatirannya selalu saja muncul, biaya kuliah menjadi beban dalam pikiran dan benaknya. Tak ada beasiswa yang bisa ia andalkan. Lagi-lagi karena sekolahnya yang amat sangat sederhana. Tak terdaftar dalam rentetan nama penerima beasiswa. Namun dengan keyakinan dan tekadnya, ia azzamkan dalam-dalam niat mulianya. Menjalankan apa yang menjadi tugasnya. Menuntut ilmu demi secercah cahaya yang bisa ia berikan bagi orang-orang tercintanya.

Perjuangannya tak sampai disana. Tak ada sanak keluarga bahkan kenalannya di kota. Namun lagi-lagi Allah lah yang atur segalanya. Persaudaraan tak sebatas dalam ikatan darah. Karena iman, semua muslim adalah saudara. Dan karenanya lah ia terbantu dan tak merasa sendiri hidup di kota.

Waktu pendaftaran ulang maba (read: mahasiswa baru) pun tiba. Lembar demi lembar berkas ia siapkan. Termasuk berkas yang ia anggap bisa membantunya mendapatkan beasiswa. Dan lagi, Allah memberikan jalan kesempatan untuknya. Salah seorang petugas registrasi menawarinya sebuah beasiswa. Dengan berbagai upaya ia coba melengkapi berkas yang diminta. Beberapa kali pulang ke desa pun sempat ia lakukan. Dengan tetap berdo’a dan berharap yang terbaik kepada Allah untuknya.

Pendaftaran telah usai, semua berkas telah dilengkapi dan waktu menunggu telah terlewati. Akhirnya saat pengumuman pun tiba. Dan lagi, senyumnya melebar. Namanya masuk dalam daftar peserta yang lulus. Inilah bukti, bukti bahwa Allah lah yang mengatur segalanya. Allah tak akan memberikan beban yang tak sanggup dipikul hamba-Nya. Hatinya semakin mantap dan imannya semakin bertambah. Ia semakin yakin apa yang pernak kakaknya katakan. Berniat saja dulu, berusaha dan berdo’a. Rezki Allah yang punya dan setiap hamba telah ada jalannya.

Hari-harinya berlalu layaknya mahasiswa pada umumnya. Dan biaya pun tak lagi menjadi masalah utama. Tersisa bagaimana ia mempertahankan agar semua tetap baik-baik saja.

Perkuliahan berlalu tanpa terasa dan sampai tulisan ini terketik kata demi kata, dia masih menjalani proses studinya.

Ya, dialah aku yang bercerita sedikit tentang diriku.
Untukku dan untukmu, tetap semangat dan tetap positive thinking atas kuasanya.


~Romli Amrullah~

0 comments:

Post a Comment