Tuesday 12 September 2017

Mengambil Hikmah dari Auditor Internal


Selasa, 12 September 2017. Hari ini ada kuliah pengganti dari mata kuliah Audit Internal, setelah pekan sebelumnya dosen berhalangan hadir. Pekan ini adalah pekan pertama pembahasan materi kuliah yang pada pertemuan terakhir telah diberikan garis besar rencana pembelajaran.

Dosen masuk dan perkuliahan pun dimulai. Satu kelompok ditunjuk untuk mempresentasikan materi hari ini. Sampai akhirnya presentasi pun usai dan dilanjutkan dengan diskusi yang dipandu oleh  dosen sendiri. Sebelum diskusi, beberapa penjelasan tambahan dan gambaran yang lebih detail terkait materi diberikan oleh dosen.

Materi hari ini terkait dengan sejarah dan latar belakang Audit Internal. Gambaran tentang posisi auditor internal dalam perusahaan dan hal-hal lain yang terkait dengan auditor internal memberikan sedikit banyak pelajaran atau hikmah yang bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang muslim dan seorang hamba kepada Sang Pencipta.

Seorang auditor harus memiliki integritas. Intergritas digambarkan sebagai sebuah konsep yang berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal. Artinya seorang auditor harus konsisten dan memiliki karakter yang kuat. Memiliki pendirian yang kuat, sikap yang tegas dan berani mengambil risiko demi mempertahankan aturan, kebenaran.

Begitu juga seharusnya kita sebagai seorang muslim yang bahkan aturan itu tidak hanya bersumber dari hasil berfikir manusia, tapi juga aturan yang bersumber dari Sang Pencipta, Allah SWT.
“Orang mukin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah,..”, penggalan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Salah satu makna yang dapat kita petik dalam konteks integritas ini adalah bagaimana kita sebagai seorang muslim harus memiliki karakter yang kuat dalam melakukan tindakan-tindakan. Kuat dalam berpegang teguh pada aturan dan tidak melanggarnya. Integritsa itu tentunya didukung dengan iman yang kuat dan mendalam oleh seorang pribadi muslim.

Seorang auditor internal memriksa setiap catatan keuangan dan bukti audit yang terkait dengan transaksi-transaksi masa lalu, kemudian mencocokkannya dengan laporan keuangan perusahaan dalam periode tertentu. Begitu pula seharusnya seorang muslim menilai dirinya sendiri. Pandai mengintrospeksi diri dengan melihat kembali apa-apa yang telah dilakukan pada waktu yang telah lalu. Apakah sudah sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku ataukah sebaliknya. Segala bentuk kesalahan menjadi bahan evaluasi dan perbaikan untuk waktu ke depan yang lebih baik.

Seorang auditor internal melakukan transparansi dan tanggung jawab pelaporan hasil audit hanya kepada direktur utama. Selebihnya tidak menceritakan atau menginformasikan hasil tersebut kepada pihak lain yang tidak berkepentingan. Hal itu dilakukan guna menjaga kerahasiaan  dan menjadi bahan pengambilan keputusan oleh direktur utama dan dewan direksi atau pihak lain yang berkepentingan. Demikian juga seharusnya seorang muslim, mengadukan segala kesalahan dan memohon ampun hanya kepada Allah SWT. Segala kekurangan dan aib orang lain cukup menjadi bahan pelajaran dan mendo’akannya seraya berharap kebaikan untuknya, bukan mengumbar dan menceritakan kepada orang lain (ghibah).

Pelajaran terakhir yang bisa diamil dari kuliah hari ini adalah bahwa seorang auditor internal  tidak diperkenankan memiliki interaksi yang terlalu dekat dan intensif dengan klien atau departemen-departemen yang ada dalam perusahaan, karena mereka lah objek pemeriksaan audit. Hal ini guna menghindari pandangan dan prasangka yang tidak baik dari orang lain. Kedekatan seorang auditor dengan kliennya akan akan mempengaruhi kepercayaan orang lain terhadap hasil pemeriksaan. Begitupun seorang muslim, harus menjaga jarak dan interaksinya kepada orang lain yang dapat menimbulkan prasangka yang tidak baik dari orang lain terhadap dirinya. Karena hal itu akan mempengaruhi kepercayaan orang lain terhadap dirinya.

Iman yang kuat menjadi modal besar bagi keberhasilan menjadi seorang muslim yang baik. Seorang muslim yang mampu mengemban amanah dan melaksanakan tanggung jawabnya dengan jujur dan tidak mudah terpengaruh hal negatif di sekelilingnya hingga berani melanggar rambu-rambu yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Akhirnya, tulisan singkat ini kucukupkan. Semoga kita menjadi pribadi-pribadi muslim yang pandai mengambil hikmah dari setiap kejadian. Mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah yang terbentang luas di sekeliling kita. Wallahu a’lam.

~Romli Amrullah~


Sumber Gambar: rocketmanajemen.com

0 comments:

Post a Comment