Thursday 1 February 2018

Ekonomi Konvensional vs Ekonomi Syariah. Kamu, yang mana?

Ekonomi memang selalu menarik untuk diperbincangkan, oleh siapa pun dan apapun profesinya. Pasalnya, manusia memang tidak akan pernah bisa lepas dari usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada yang menarik ketika kita berbicara tentang sistem ekonomi. Tentang apa yang dikatakan sebagai sistem ekonomi konvensional dan sistem Ekonomi Syariah.

Kata konvensional sendiri diartikan sebagai sesuatu yang  sifatnya mengikuti adat atau kebiasaan yang umum atau lazim digunakan. Dan ketika kita membicarakan sistem ekonomi modern  yang umum dan lazim digunakan di dunia, maka kita akan merujuk pada dua sistem besar yaitu kapitalisme pasar dan sosialisme terpimpin. Itulah kenapa  dua sistem ekonomi ini kemudian kita sebut sebagai sistem ekonomi konvensional.

Akan tetapi ada satu hal yang perlu diingat dalam fakta ini, bahwa adanya dua sistem besar dalam sistem ekonomi modern tidak berarti adanya dikotomi. Dua sistem tersebut tidak lebih merupakan dua titik ekstrem dalam sebuah koridor  ide. Yaitu dalam praktiknya, sistem ekonomi yang diterapkan di berbagai negara di dunia saat ini  lebih banyak berada pada koridor tersebut. Lalu, dimaknakah letak dari Ekonomi Syariah itu sendiri?.

Berbicara tentang Ekonomi Syariah dalam kaitannya dengan ekonomi kapitalisme dan sosialisme  bukanlah soal “apakah Ekonomi Syariah itu masuk dalam kategori sosialisme atau kapitalisme”. Tapi lebih kepada “di mana ia berada dalam dua koridor tersebut”. Apakah ada perbedaan dari apa yang ditawarkan  oleh Ekonomi Syariah dibandingjkan  dengan dua sistem tersebut?. Mari kita bahas satu per satu.

Pertama,  Sistem Ekonomi Kapitalis. Kapitalisme sebagai sebuah sistem ekonomi muncul pada abad ke-16 yang didorong oleh Revolusi Industri yang terjadi di Eropa. Proses terjadinya cepat dan dan inilah kemudian yang memumnculkan Adam Smith sebagai Bapak Ekonomi Modern dan  Bapak Kapitalisme. Meskipun sebenarnya lahirnya sistem ekonomi kapitalis merupakan perkembangan lebih lanjut dari pemikiran dan perekonomian di Eropa pada masa sebelumnya, yaitu era merkantilisme.

Veithzal Rifai dan Andi Muchari dalam bukunya Islamic Economics: Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi, menyebutkan ciri-ciri dari sistem ekonomi kapitalis yaitu kebebasan memiliki harta secara perorangan, adanya persaingan bebas atau free competition, kebebasan penuh terhadap individu, mementingkan diri sendiri, Mekanisme harga pasar sebagai penentu serta minimnya campur tangan pemerintah di dalamnya.

Namun demikian, Umer Chapra mengatakan bahwa dalam dunia nyata kapitalisme tidak memiliki bentuk yang tunggal. Dimana kapitalisme sering kali memiliki bentuk yang berbeda di antara negara-negara yang menerapkannya. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu  adanya ragam pendapat dari berbagai pemikir yang akan mempengaruhi aplikasi sistem kapitalis yang diterapkan dan juga akibat dari definisi kapitalisme itu sendiri yang selalu berubah-ubah.

Di luar daripada itu semua, Veithzal Rifai dan Andi Buchari menyebutkan beberapa hal yang menjadi dampak positif dari sistem ekonomi kapitalis yaitu, (1) Setiap individu selalu berusaha untuk melakukan aktivitas ekonomi yang paling efisien bagi dirinya dan kelompoknya, (2) Persaingan bebas yang ada akan mewujudkan produksi dan harga ke tingkat wajar dan rasional, serta (3) mendorong pelaku ekonomi mencapai prestasi terbaik, melalui kegiatan ekonomi yang paling efisien.

Selain dampak positif, mereka juga menyebutkan beberapa dampak negative dari sistem ekonomi kapitalis terhadap perekonomian yaitu, (1) Terjadinya kesenjangan sosial di masyarakat karena penumoukan harta yang terjadi pada sebagian individu atau kelompok, (2) adanya sikap individualism yang mengakibatkan ketidakpedulian individu atau kelompok dengan individu atau kelompok lain, (3) segala sesuatu selalu dilihat dari aspek ekonomi sehingga memunculkan distorsi pada nilai-nilai moral, etika dan agama, serta (4) ketimpangan dan distribusi kekayaan yang tidak merata mengakibatkan pertentangan antar kelas.

Kedua, Sistem Ekonomi Sosialis. Sisteme ini lahir sebagai bentuk keprihatinan Karl Marx atas munculnya penderitaan dalam masyarakat, di mana kemudian terjadi akumulasi atau pengisapan modal oleh sekelompok golongan tertentu dalam sistem ekonomi kapitalis.
Sistem ekonomi kapitalis muncul pada abad ke-20, pada saat itu mekanisme pasar yang ditawarkan oleh sistem ekonomi kapitalis ternyata tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.

 Masih dari Veithzal Rifai dan Andi Muchari dalam bukunya Islamic Economics: Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi, menyebutkan ciri-ciri dari sistem ekonomi sosialis yaitu, kepemilikan harta dikuasai oleh negara sedangkan kepemilikan pribadi tidak diakui, setiap individu memiliki kesamaan kesempatan dalam melakukan aktifitas ekonomi, penerapan sistem komando dari pemerintah, tiap warga negara dipenuhi kebutuhan pokoknya oleh negara, proyek pembangunan dilakukan oleh negara dan tidak memberikan kesempatan kepada swasta, serta posisi tawar menawar individu yang sangat terbatas karena negara menjadi kunci utama dalam perekonomian.

Dampak positif sistem ekonomi sosialis menurut Veithzal Rifai dan Andi Muchari adalah, (1) nasib kaum lemah atau marjinal sangat diperhatikan, (2) tidak terjadi pengangguran di dalam masyarakat, serta (3) terciptanya kemakmuran yang merata akibat diberikannya pemerataan kesempatan kepada setiap individu dalam perekonomian.

Sementara itu, beberapa kekurangan dari sistem ekonomi sosialis adalah, (1) menghilangkan kebebasan untuk berkreasi dari warga negaranya sebab segala kebijakan terpusat pada negara, (2) kepemilikan individu tidak diakui sehingga tidak memiliki kebebasan untuk memiliki harta dan kekayaan, (3) kemerataan yang sifatnya absolut dan kepemilikan individu yang tidak diakui menyebabkan hilangnya motivasi bekerja bagi individu, serta (4) penguasaan harta oleh negara ternyata mengakibatkan penumpukan harta dan modal pada kelompok penguasa.

Ketiga, Sistem Ekonomi Syariah. Sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme yang telah gagal menciptakan kesejahteraan masyarakat mengharuskan adanya suatu pemecahan. Atas dasar inilah kemudian negara-negara muslim mulai terfikir akan kesempurnaan agama Islam. Bahwa Islam tentu tidak hanya memberikan penganutnya aturan sosial ketuhanan dan keimanan, melainkan juga jawaban atas berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia, termasuk ekonomi.

Sistem Ekonomi Syariah itu sendiri merupakan ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam ranah konkret sehari-harinya bagi individu, kelompok masyarakat, maupun pemerintah  dalam rangka mengorganisasi factor produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan dengan tunduk dalam peraturan Islam (sunnatullah).

Sistem Ekonomi Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang berdiri sendiri dan terlepas dari sistem ekonomi yang lain. Berikut adalah beberapa hal yang membedakan sistem Ekonomi Syariah dengan sistem ekonomi yang lain, seperti yang diungkapkan oleh Prof. Dr. H. Suroso Imam Zadjuli, S.E. yaitu terletak pada, (1) asumsi dasar/norma pokok ataupun aturan main dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi yang diberlakukan, (2) prinsip Ekonomi Syariah adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian alam, (3) motif Ekonomi Syariah adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku khalifatullah.

Ekonomi Syariah menawarkan berbagai hal berikut pertama, Ekonomi Syariah ingin mencapai masyarakat yang berkehidupan sejahtera di dunia dan di akhirat. Kedua, tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan jasmani dan rohani yang seimbang, baik bagi individu maupun masyarakat. Ketiga, hak milik relatife perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang bermanfaat pula. Keempat, dilarang menimbun harta benda dan membiarkannya terlantar. Kelima, dalam harta benda tersebut terdapat hak orang miskin. Keenam, pada batas waktu tertentu hak milik tersebut dikenakan zakat. Ketujuh, perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang. Kedelapan, tidak ada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama, dan yang menjadi ukuran perbedaan hanyalah prestasi kerja.

Sumber utama:  Dasar-dasar Ekonomi Islam oleh M. Nur Rianto Al-Arif (Lecturer of State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta).

0 comments:

Post a Comment